SUMBAR - Gubernur Sumatera Barat H Mahyeldi Ansharullah SP dihadapan Ketua Dewan Penasehat Kadin Sumatera Barat H Basril Jabar memuji kemampuan BPD HIPMI Sumbar melakukan suksesi internal, tanpa ada ribut ribut.
“Saya justru memujikan sikap anak anak di HIPMI Sumbar yang berhasil melakukan suksesi kepemimpinannya tanpa ada ribut ribut. Padahal secara keorganisasian mereka kan masih Kadernya Kadin, ” kata Mahyeldi menyampaikan uneg unegnya kepada Basril Djabar di rumah dinas Gubernur Sumbar, Senin (8/8).
Gubernur Mahyeldi bertemu Basril Djabar usai melakukan sholat subuh bersama di mushalla dalam komplek Istana Gubernur Sumbar Jl Sudirman Padang. Basril dalam kesempatan itu didampingi mantan Waketum Infokom Kadin Sumbar Awaluddin Awe.
Gubernur dan Mahyeldi bertemu membahas konflik internal di Kadin Sumbar yang masih belum juga berakhir. Mahyeldi menyampaikan ketidak mengertiannya mengapa masalah Kadin Sumbar masih belum juga selesai.
Baca juga:
Wako Solok Serahkan LKPD Kepada BPK Sumbar
|
Malah sebaliknya, Mahyeldi menyatakan atensinya terhadap para Pengurus BPD HIPMI Sumbar yang justru berhasil menyelesaikan proses suksesinya tanpa melibatkan intervensi dari pusatnya.
“Saya malah jadi simpatik dengan anak anak di HIPMI pak Bas. Mereka bisa menyelesaikan persoalan mereka tanpa ribut ribut dan tidak melibatkan pengurus pusat mereka untuk melakukan intervensi, ” ujar Mahyeldi.
Mahyeldi juga mengaku heran atas persoalan yang menimpa tiga organisasi besar berbeda profesi di Sumbar seperti Kadin Sumbar, Koni Sumbar dan terakhir masalah PWI Sumbar.
Mahyeldi mengaku heran mengapa pihak pusat seperti sangat mengintervensi organisasi bawahannya di daerah, khususnya Sumatera Barat.
Bahkan dalam konteks berperintah daerah dan berpegawai, Mahyeldi juga mengaku heran atas adanya intervensi dari pemerintah pusat terhadap keputusan yang dibuatnya.
“Dari sisi pemerintahan pun saya melihat jajaran kementerian sangat gemar melakukan intervensi terhadap keputusannya sendiri. Saya sebagai perpanjangan pemerintah pusat sering diminta menyelesaikan persoalan dengan jajaran Pemda kabupaten dan kota. Eh, dalam perjalanannya, mereka malah sering langsung komunikasi langsung ke bawah. Jadi tugas yang diturunkan ke saya untuk apa. Inikan membuat malu saya, ” papar Mahyeldi dengan memerlihatkan kekecewaannya.
Mahyeldi berpendapat bahwa fenomena yang terjadi antara hubungan pusat dan daerah ini dinilainya sudah tidak elok lagi. Bahkan menurut dia bisa memicu ‘kemarahan daerah’. Sebab terkesan bahwa pusat terlalu intervensif terhadap daerah.
“Saya mengkuatirkan tindakan pusat seperti ini akan memicu ketidakpuasaan daerah. Apalagi bagi daerah Sumbar yang sudah punya pengalaman dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah pusat, ” ujar Mahyeldi dengan mimik bercanda kepada Basril Djabar.
Terakhir, Mahyeldi meminta elemen pemerintah pusat agar menyelesaikan persoalan organisasi dibawahnya melalui tatacara aturan dan anggaran dasarnya masing masing, serta dapat memenuhi aspirasi dari pihak pihak yang ada.
Sinyal Kemarahan Daerah Basril Djabar dalam kesempatan yang sama kepada wartawan mengemukakan bahwa apa yang disampaikan Gubernur Mahyeldi tadi merupakan sinyal kemarahan daerah terhadap pemerintah dan organ pusat yang memiliki kelembagaan di daerah seperti Koni, PWI dan Kadin.
“Dari sisi pemerintahan, saya melihat sikap intervensi kementerian sampai ke kabupaten dan kota, juga memancing rasa tidak puas daerah. Sebab menjadi tidak pas jika tugas tugas berbantuan pusat ke propinsi masih diintervensi juga, ” ujar Basril.
Menurut Basril, memang terlihat cara cara penyelesaian kasus kelembagaan pusat di daerah dengan cara yang tidak tepat, dan bahkan cenderung melanggaran aturan. Salah satunya disebut Basril adalah di Kadin Sumbar. Dimana keputusan Kadindo terakhir mengesahkan perpanjangan kepengurusan Kadin Sumbar, yang notabene sudah berakhir.
“Seharusnya Kadindo langsung mengeksekusi kepengurusan Kadin Sumbar yang sudah berakhir masa kerjanya dengan menunjuk karateker, tetapi ternyata malah membuat keputusan yang memicu konflik secara terus menerus, ” ujar Basril.
Basril meminta pemerintah pusat dan kelembagaannya di Jakarta agar melihat pelbagai tindakan kontraproduktifnya di daerah sebagai sebuah pontensi ancaman terjadinya gesekan yang memicu ketidakpuasan permanen dari daerah kepada pihak nantinya. (**)